Sheikh Muda Waly
Syeikh Muda Waly al-Khalidy An-Naqsyabandy al-Asyiy dilahirkan di Gampông Blangporoh, Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan. Anak bungsu dari Sheikh H.Muhammad Salim bin Malin Palito ini lahir pada 1917. Sheikh H.Muhammad Salim berasal dari Batu sangkar, Sumatra Barat. Datang keAceh Selatan selaku dai. Sebelumnya, paman beliau yang masyhur dipanggil masyarakat Labuhan Haji dengan Tuanku Pelumat dengan nama asli Sheikh Abdul Karim telah lebih dahulu menetap di Labuhan Haji.
Saat sampai di Labuhan Haji, Sheikh Muhammad Salim dijodohkan dengan seorang wanita yang bernama Siti Janadat, putri seorang geuchik yang bernama Geuchik Nya` Ujud, berasal dari Kota Palak, Kecamatan yang sama. Janadat meninggal dunia saat melahirkan adik dari Sheikh Muda Waly.
Nama Syeikh Muda Waly pada waktu kecil adalah Muhammad Waly. Saat berada di Sumatra Barat, beliau dipanggil dengan gelar Angku Mudo atau Angku Mudo Waly atau Angku Aceh. Setelah kembali ke Aceh, masyarakat menyapanya dengan Teungku Muda Waly. Beliau sendiri sering menulis namanya “Muhammada Waly” atau lengkapnya Syekh Haji Muhammad Waly Al-Khalidy.
Ibrahim Woyla
Tahun ini, tepatnya 18 April lalu, masyarakat Aceh digemparkan dengan wafatnya seorang ulama kharismatik Aceh. Beliau adalah Tgk. Ibrahim Woyla. Mayoritas masyarakat Aceh sudah menganggap sosok Tgk. Ibrahim sebagai aulia Tuhan. Karena itu, Aceh sempat heboh atas kepulangan Tgk. Ibrahim.
Berdasarkan informasi dari sejumlah media lokal, Tgk. Ibrahim menyisakan isak tangis yang panjang dari masyarakat. Bahkan, masyarakat Aceh menangis sejak sore hingga malam hari, di rumah duka, di Woyla, Aceh Barat.
Sosok Tgk. Ibrahim sudah hidup di hati masyarakat Aceh sebagai orang suci. Masyarakat kerap meminta hajatan dan doa darinya. Sebelum wafat, kondisi Tgk. Ibrahim tidak menunjukkan tanda-tanda orang sakit, meski usianya telah mencapai 130 tahun. Menurut kepercayaan masyarakat Aceh umumnya, Tgk. Ibrahim kerap bepergian ke beberapa daerah di Aceh. Bahkan, ia dipercaya acapkali menunaikan salat Jumat di Mekkah, tetapi dapat kembali pada hari Jumat itu juga.
Abu Idi Cut
Belum kering air mata masyarakat Aceh atas kepulangan Tgk. Ibrahim Woyla ke haribaan Tuhan, Selasa, (12Mei) tahun yang sama, sekira pukul 18.15 WIB, giliran Tgk. H Abdul Wahab Hamid, mempersembahkan amal ubudiyahnya di sisi Allah swt. lelaki yang akrab disapa dengan Abu Idi Cut ini wafat dalam usia 78 tahun.
Abu Idi Cut merupakan pimpinan Dayah Darussadah, Idi Cut. Kabar dari media lokal, ia meninggal dunia akibat penyakit komplikasi yang dideritanya sejak beberapa tahun sebelumnya. Jenazah almarhum disembahyangkan oleh ribuan warga Aceh yang melayat ke rumah duka, di komplek dayah Darussadah.
Saat pelaksanaan salat jenazah, sempat terjadi antrian sangat panjang sehingga pelaksanaannya terpaksa dilakukan secara bergelombang. Sejumlah ulama Aceh dan Aceh Timur juga turut hadir dalam prosesi pelepasan jenazah Abu Idi Cut.
Abu Idi Cut memimpin Pondok Pesantren Darussaadah Idi Cut selama lebih kurang 42 tahun. Almarhum meninggalkan seorang istri Hajjah Nurhayati dan empat orang anak, masing-masing Hajjah Tusalwati, Hajjah Muzkiyati, Hajjah Fadillah A.Mk, dan Tgk Iskandar Akhi.
Ali Hasjmy
Nama aslinya Muhammad Ali Hasyim Alias Al Hariry. Anak kedua dari 8 bersaudara ini memiliki seorang ayah bernama Teungku Hasyim, pensiunan pegawai negeri. Tahun 1975, Ali Hayim yang kemudian akrab disapa Ali Hasjmy ini diangkat sebagai guru besar (Prof) dalam ilmu dakwah oleh perguruan tinggi IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Ali Hasjmy juga dikenal sebagai sastrawan, ulama, dan tokoh daerah.
Ali Hajmy pernah menjabat Gubernur Aceh periode 1957-1964 dan Gubernur Diperbantukan Menteri Dalam Negeri Jakarta periode 1964-1968. Hasjmy menikah dengan Zuriah Aziz pada tanggal 14 Agustus 1941, saat berumur 27 tahun–istrinya berumur 15 tahun (lahir pada Agustus 1926).
Hasjmy dikaruniai tujuh putra-putri, yaitu (1) Mahdi A. Hasjmy, (2) Surya A. Hasjmy, (3) Dharma A. Hasjmy, (4) Gunawan A. Hasjmy, (5) Mulya A. Hasjmy, (6) Dahlia A. Hasjmy, dan (7) Kamal A. Hasjmy.
Syekh Abdurrauf
Syekh Abdurrauf as-Singkili lahir pada 1024 H/1615 M. Ia merupakan seorang ulama besar Aceh yang terkenal. Ia memiliki pengaruh yang besar dalam penyebaran agama Islam di Sumatera dan Nusantara pada umumnya. Gelarnya yang juga terkenal ialah Teungku Syiah Kuala. Nama lengkapnya ialah Aminuddin Abdul Rauf bin Ali Al-Jawi Tsumal Fansuri As-Singkili.
Menurut riwayat yang ada, keluarganya berasal dari Persia atau Arabia, yang datang dan menetap di Singkil, Aceh, akhir abad ke-13. Masa mudanya, ia mula-mula belajar pada ayahnya sendiri, kemudian juga belajar pada ulama-ulama di Fansur dan Banda Aceh. Selanjutnya, ia pergi menunaikan ibadah haji. Dalam proses pelawatannya, ia belajar pada berbagai ulama di Timur Tengah untuk mendalami agama Islam.
Syekh Abdurrauf meninggal dunia pada tahun 1693, dalam berusia 73 tahun. Ia dimakamkan di samping masjid yang dibangunnya di Kuala Aceh, Gampông Deyah Raya, Kecamatan Kuala, sekitar 15 Km dari Banda Aceh. Kini nama beliau ditabalkan pada sebuah perguruan tinggi ternama di Aceh, Universitas Syiah Kuala
Tidak ada komentar:
Posting Komentar